archive > SUARA SANG GURU (KAHLIL GIBRAN) DAN RAMALAN JOYOBOYO

KAHLIL GIBRAN

''Suara Sang Guru''
Sang guru berkata:
Kamu menginginkan aku untuk menceriterakan
tragedi yg kenangannya hidup kembali di setiap hari dan malam memenuhi kalbuku, kamu bosan dg
kebisuanku yg panjang dan rahasiaku yg tak
terucapkan, dan kamu terganggu oleh keluh kesah
dan ratapanku. Terhadap dirimu sendiri kamu
berkata, Jika sang guru tidak mengizinkanku
memasuki kuil dukacitanya,bagaimana aku akan memasuki rumah kasih sayangnya?. 'Dengarkan
ceritaku ... Dengarkanlah, tetapi jangan kasihani
aku,krn rasa kasihan mengundang kelemahan
padahal aku msh kuat dalam penderitaanku.
'Sejak masa mudaku, aku sering didatangi oleh
seorang wanita aneh,baik saat aku terjaga maupun tidur. Aku mendengarnya ketika aku sendiri di malam
hari, sambil duduk di sisi tempat tidurku. Dalam
kebisuan tengah malamku.aku mendengar suaranya
yg merdu. Seringkali, ketika aku menutup mataku,
aku merasakan sentuhan jemarinya yg lembut di atas
bibirku, dan tatkala kubuka mataku, aku telah dikuasai oleh ketakutan,dan tiba2 mulai sering
mendengarkan suara2 dari Ketiadaan...
'Seringkali aku merasa heran, sambil berkata pd
diriku sendiri, Inikah khayalanku yg membuatku
bingung hingga aku merasa seolah2 hilang dlm awan
gemawan? Apakah aku telah menciptakan dari urat2 nadi mimpi2ku satu ketuhanan yg baru dg suara
melodi dan sentuhan yg lembut? Apakah aku
kehilangan rasa, dan dlm kegilaanku tlh menciptakan
seorang kekasih tersayang ini? Apakah aku tlh
menarik diriku dari masyarakat manusia dan
keramaian kota sehingga aku bisa hidup sendiri dg kekasihku tercinta ini? Apakah aku tlh menutup mata
dan telingaku dari berbagai bentuk kehidupan
sehingga aku merasa lebih baik melihatnya dan
mendengar suara surgawinya?
'Seringkali aku merasa heran: Apakah aku org gila yg
ditakdirkan untuk menyendiri, dan dari hantu kesendiriannya itu menciptakan seorang teman dan
pasangan untuk jiwanya?'
'Aku berbicara mengenai pasangan, dan kamu
merasa aneh dg kata itu. Tetapi betapa kita sering
dibingungkan oleh pengalaman2 aneh,yg kita tolak
sebagai sebuah kemustahilan, tetapi realitasnya tdk dpt kita hilangkan dari pikiran kita, cobalah apa yg hrs
kita lakukan?
'Wanita dlm lamunan ini sungguh telah menjadi
pasanganku, yg berbagi seluruh kebahagiaan dan
derita kehidupan dg diriku. Ketika aku terbangun pd
pagi hari, aku melihatnya menekuk bantalku, sambil menatapku dg mata yg dipenui sinar kebaikan dan
cinta keibuan. Dia bersamaku di saat aku
merencanakan suatu pekerjaan, dan dia menolongku
untuk menyelesaikannya. Ketika aku akan
menyantap hidangan, dia duduk bersamaku, dan
kami bertukar pikiran dan bercengkeram. Di sore hari, dia bersamaku lagi, dgn mengatakan, 'Kita telah
tinggalkan disini terlalu lama di tempat ini. Marilah kita
berjalan di ladang2 dan padang2 rumput.' Kemudian
aku meninggalkan pekerjaanku, dan mengikutinya
menuju ladang2, dan kami duduk di atas sebuah batu
yg tinggi dan menatap cakrawala yg jauh. Dia menunjukkan pdku mega2 berwarna emas, dan
menyadarkanku tentang nyanyian burung yg
berkicau sebelum mrk tidur di mlm hari, sambil
bersyukur kpd Tuhan atas karuniaNya yg berupa
kebebasan dan kedamaian.
'Setiap saat ia dtg ke kemarku, saat aku gelisah dan susah. Kemudian seluruh kecemasan dan kesusahan
itu berubah menjadi kesenangan dan ketenangan.
Ketika jiwaku memberontak melawan ketidakadilan
seseorang terhadap org lain, dan aku melihat
wajahnya berada di tengah2 wajah2 yg ingin
kuhindari, prahara dlm hatiku hilang seketika dan digantikan oleh suara2 kedamaian surgawi. Ketika
aku sendiri dan anak panah kepahitan hidup menikam
jantungku, aku melihat kekasihku menatapku dg
mata yg penuh kasih sayang, sehingga kesedihan
berubah menjadi kegembiraan, dan Kehidupan
tampak seperti Surga Eden kebahagiaan. 'Kamu mungkin bertanya, bagaimana aku dapat
menyenangi eksistensi aneh yg demikian, dan
bagaimana seorang lelaki, seperti diriku, di musim
semi kehidupan, menemukan kesenangan dlm hantu2
dan mimpi2? Tetapi kukatakan pdmu, tahun2 yg telah
kulalui dinegeri ini merupakan batu pertama dari seluruh perjalanan yg membuatku mengerti akan
Kehidupan, Keindahan, Kebahagiaan, dan Kedamaian.
'Karena kekasih imajinasiku aku menjadi suka
berpikiran bebas melayang2 di depan wajah
matahari, atau mengambang di atas permukaan air,
sambil menyanyikan sebuah lagu dlm sorotan cahaya rembulan sebuah lagu kedamaian yg menenangkan
jiwa dan membimbingnya menuju keindahan yg tak
terlukiskan.
'Kehidupan adalah apa yg kita lihat dan kita alami
melalui jiwa, sedangkan dunia yg ada di sekeliling
kita, kita ketahui melalui pemahaman dan akal kita. Pengetahuan demikian membawa kita pd
kesenangan atau kesedihan yg besar. Dan kehidupan
ini adalah kesedihan yg ditakdirkan untukku sebelum
aku berusia tiga puluh tahun, seolah2 aku telah mati
sebelum aku mencapai tahun2 yg mengeringkan
darah dijantungku dan air kehidupanku, dan meninggalkanku seperti pohon layu dgn cabang2 yg
tak lagi tertiup angin sepoi2, dan tempat yg tak lagi
ditempati burung untuk bersarang.'


RAMALAN JAYABAYA

Ramalan Jayabaya, semakin mendekati kenyataan.
Ramalan yang bersumber dari Kitab Asrar (Musarar)
karangan Sunan Giri Perapan pada tahun 1618 M.
Adapun isi ramalan Jayabaya adalah sebagai berikut :
1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran — Kelak jikasudah ada kereta tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi — Pulau Jawa
berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang — Perahu
berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge — Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang — Pasar kehilangan
suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak
— Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret — Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki — Sejengkal tanah dikenai
pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel — Kuda suka makan
sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang — Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-
waliking zaman— Itu pertanda orang akan
mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi — Banyak janji tidak
ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe—
Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah— Orang-orang
saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi— Tak peduli
akan hukum Hyang Widhi.
16. Barang jahat diangkat-angkat— Yang jahat
dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci— Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit—
Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan— Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan— Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang— Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak— Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu— Banyak anak
berani melawan ibu.
24. Nantang bapa— Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra— Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga— Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh — Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale — Banyak orang lupa
asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil — Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil— Banyak
pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil — Banyak ulah-tabiat
ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil — Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa
isin — Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi — Lebih mengutamakan
menipu.
35. Wegah nyambut gawe — Malas untuk bekerja. 36. Kepingin urip mewah — Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake
duraka — Melepas nafsu angkara murka, memupuk
durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger — Orang (yang)
benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah — Orang (yang) salah
gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik— Orang (yang) baik
ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat— Orang (yang)
jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung— Orang (yang) mulia
dilecehkan
43. Wong ala kapuja— Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane— perempuan
hilang malu.
45. Wong lanang ilang kaprawirane— Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo— Banyak laki-
laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone—
Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake— Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake— Banyak
perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo— Banyak orang gonta-
ganti pasangan.
51. Wong wadon nunggang jaran— Perempuan menunggang kuda.
52. Wong lanang linggih plangki— Laki-laki naik
tandu.
53. Randha seuang loro— Dua janda harga seuang
(Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima— Lima perawan lima picis. 55. Dhudha pincang laku sembilan uang— Duda
pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu— Banyak orang
berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku— Banyak orang mengaku
diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu— Di luar putih di
dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu— Mengaku
suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo— Banyak tipu banyak
muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa— Banyak hujan salah
musim.
62. Akeh prawan tuwa— Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak— Banyak janda
melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne— Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang— Agama banyak
ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang— Perikemanusiaan
semakin hilang.
67. Omah suci dibenci— Rumah suci dijauhi. 68. Omah ala saya dipuja— Rumah maksiat makin
dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi— Perempuan
lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat— Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat— Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak—Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur—Saudara makan
saudara.
74. Kanca dadi mungsuh—Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru—Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga—Tetangga saling curiga. 77. Kana-kene saya angkara murka — Angkara
murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan—Barangsiapa tahu
terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh—Sedang yang tak tahu
disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan—Kelak jika terjadi
perang.
81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor—Datang dari
timur, barat, selatan, dan utara.
82. Akeh wong becik saya sengsara— Banyak orang
baik makin sengsara.
83. Wong jahat saya seneng— Sedang yang jahat
makin bahagia.
84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul—
Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85. Wong salah dianggep bener—Orang salah
dipandang benar.
86. Pengkhianat nikmat—Pengkhianat nikmat.
87. Durjana saya sempurna— Durjana semakin
sempurna.
88. Wong jahat munggah pangkat— Orang jahat naik
pangkat.
89. Wong lugu kebelenggu— Orang yang lugu dibelenggu.
90. Wong mulya dikunjara— Orang yang mulia
dipenjara.
91. Sing curang garang— Yang curang berkuasa.
92. Sing jujur kojur— Yang jujur sengsara.
93. Pedagang akeh sing keplarang— Pedagang banyak yang tenggelam.
94. Wong main akeh sing ndadi—Penjudi banyak
merajalela.
95. Akeh barang haram—Banyak barang haram.
96. Akeh anak haram—Banyak anak haram.
97. Wong wadon nglamar wong lanang—Perempuan melamar laki-laki.
98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe—Laki-laki
memperhina derajat sendiri.
99. Akeh barang-barang mlebu luang—Banyak
barang terbuang-buang.
100. Akeh wong kaliren lan wuda—Banyak orang lapar dan telanjang.
101. Wong tuku ngglenik sing dodol—Pembeli
membujuk penjual.
102. Sing dodol akal okol—Si penjual bermain siasat.
103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri—
Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
104. Sing kebat kliwat—Yang tangkas lepas.
105. Sing telah sambat—Yang terlanjur menggerutu.
106. Sing gedhe kesasar—Yang besar tersasar.
107. Sing cilik kepleset—Yang kecil terpeleset.
108. Sing anggak ketunggak—Yang congkak
terbentur.
109. Sing wedi mati—Yang takut mati.
110. Sing nekat mbrekat—Yang nekat mendapat
berkat.
111. Sing jerih ketindhih—Yang hati kecil tertindih
112. Sing ngawur makmur—Yang ngawur makmur
113. Sing ngati-ati ngrintih—Yang berhati-hati merintih.
114. Sing ngedan keduman—Yang main gila
menerima bagian.
115. Sing waras nggagas—Yang sehat pikiran
berpikir.
116. Wong tani ditaleni—Orang (yang) bertani diikat. 117. Wong dora ura-ura—Orang (yang) bohong
berdendang.
118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane—Raja
ingkar janji, hilang wibawanya.
119. Bupati dadi rakyat—Pegawai tinggi menjadi
rakyat.
120. Wong cilik dadi priyayi—Rakyat kecil jadi priyayi.
121. Sing mendele dadi gedhe—Yang curang jadi
besar.
122. Sing jujur kojur—Yang jujur celaka.
123. Akeh omah ing ndhuwur jaran—Banyak rumah
di punggung kuda.
124. Wong mangan wong—Orang makan sesamanya.
125. Anak lali bapak—Anak lupa bapa.
126. Wong tuwa lali tuwane—Orang tua lupa ketuaan
mereka.
127. Pedagang adol barang saya laris—Jualan
pedagang semakin laris.
128. Bandhane saya ludhes—Namun harta mereka
makin habis.
129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan—
Banyak orang mati lapar di samping makanan.
130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe
sangsara—Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
131. Sing edan bisa dandan—Yang gila bisa bersolek.
132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong—Si
bengkok membangun mahligai.
133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil
—Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih. 134. Ana peperangan ing njero—Terjadi perang di
dalam.
135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha
salah paham—Terjadi karena para pembesar banyak
salah faham.
136. Durjana saya ngambra-ambra—Kejahatan makin merajalela.
137. Penjahat saya tambah—Penjahat makin banyak.
138. Wong apik saya sengsara—Yang baik makin
sengsara.
139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan—
Banyak orang mati karena perang. 140. Kebingungan lan kobongan—Karena bingung
dan kebakaran.
141. Wong bener saya thenger-thenger—Si benar
makin tertegun.
142. Wong salah saya bungah-bungah—Si salah
makin sorak sorai.
143. Akeh bandha musna ora karuan lungane—
Banyak harta hilang entah ke mana
144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora
karuan sababe—Banyak pangkat dan derajat lenyap
entah mengapa.
145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram —Banyak barang haram, banyak anak haram.
146. Bejane sing lali, bejane sing eling—Beruntunglah
si lupa, beruntunglah si sadar.
147. Nanging sauntung-untunge sing lali—Tapi
betapapun beruntung si lupa.
148. Isih untung sing waspada—Masih lebih beruntung si waspada.
149. Angkara murka saya ndadi—Angkara murka
semakin menjadi.
150. Kana-kene saya bingung—Di sana-sini makin
bingung.
151. Pedagang akeh alangane—Pedagang banyak rintangan.
152. Akeh buruh nantang juragan—Banyak buruh
melawan majikan.
153. Juragan dadi umpan—Majikan menjadi umpan.
154. Sing suwarane seru oleh pengaruh—Yang
bersuara tinggi mendapat pengaruh.
155. Wong pinter diingar-ingar—Si pandai direcoki.
156. Wong ala diuja—Si jahat dimanjakan.
157. Wong ngerti mangan ati—Orang yang mengerti
makan hati.
158. Bandha dadi memala—Hartabenda menjadi
penyakit
159. Pangkat dadi pemikat—Pangkat menjadi
pemukau.
160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang —
Yang sewenang-wenang merasa menang
161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah—Yang
mengalah merasa serba salah.
162. Ana Bupati saka wong sing asor imane—Ada
raja berasal orang beriman rendah.
163. Patihe kepala judhi—Maha menterinya benggol
judi.
164. Wong sing atine suci dibenci—Yang berhati suci
dibenci.
165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat—
Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
166. Pemerasan saya ndadra—Pemerasan
merajalela.
167. Maling lungguh wetenge mblenduk — Pencuri
duduk berperut gendut.
168. Pitik angrem saduwure pikulan—Ayam
mengeram di atas pikulan.
169. Maling wani nantang sing duwe omah—Pencuri
menantang si empunya rumah.
170. Begal pada ndhugal—Penyamun semakin
kurang ajar.
171. Rampok padha keplok-keplok—Perampok
semua bersorak-sorai.
172. Wong momong mitenah sing diemong—Si
pengasuh memfitnah yang diasuh
173. Wong jaga nyolong sing dijaga—Si penjaga
mencuri yang dijaga.
174. Wong njamin njaluk dijamin—Si penjamin minta
dijamin.
175. Akeh wong mendem donga—Banyak orang
mabuk doa.
176. Kana-kene rebutan unggul—Di mana-mana
berebut menang.
177. Angkara murka ngombro-ombro—Angkara
murka menjadi-jadi.
178. Agama ditantang—Agama ditantang.
179. Akeh wong angkara murka—Banyak orang
angkara murka.
180. Nggedhekake duraka—Membesar-besarkan durhaka.
181. Ukum agama dilanggar—Hukum agama
dilanggar.
182. Prikamanungsan di-iles-iles—Perikemanusiaan
diinjak-injak.
183. Kasusilan ditinggal—Tata susila diabaikan.
184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi—
Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
185. Wong cilik akeh sing kepencil—Rakyat kecil
banyak tersingkir.
186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil—Karena
menjadi kurban si jahat si laknat.
187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe
prajurit—Lalu datang Raja berpengaruh dan
berprajurit.
188. Lan duwe prajurit—Dan punya prajurit.
189. Negarane ambane saprawolon—Lebar negeri
seperdelapan dunia.
190. Tukang mangan suap saya ndadra—Pemakan
suap semakin merajalela.
191. Wong jahat ditampa—Orang jahat diterima.
192. Wong suci dibenci—Orang suci dibenci.
193. Timah dianggep perak—Timah dianggap perak.
194. Emas diarani tembaga—Emas dibilang tembaga
195. Dandang dikandakake kuntul—Gagak disebut
bangau.
196. Wong dosa sentosa—Orang berdosa sentosa.
197. Wong cilik disalahake—Rakyat jelata
dipersalahkan.
198. Wong nganggur kesungkur—Si penganggur tersungkur.
199. Wong sregep krungkep—Si tekun terjerembab.
200. Wong nyengit kesengit—Orang busuk hati
dibenci.
201. Buruh mangluh—Buruh menangis.
202. Wong sugih krasa wedi—Orang kaya ketakutan.
203. Wong wedi dadi priyayi—Orang takut jadi
priyayi.
204. Senenge wong jahat—Berbahagialah si jahat.
205. Susahe wong cilik—Bersusahlah rakyat kecil.
206. Akeh wong dakwa dinakwa—Banyak orang
saling tuduh.
207. Tindake manungsa saya kuciwa—Ulah manusia
semakin tercela.
208. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing
dipilih lan disenengi—Para raja berunding negeri
mana yang dipilih dan disukai.
209. Wong Jawa kari separo—Orang Jawa tinggal setengah.
210. Landa-Cina kari sejodho — Belanda-Cina tinggal
sepasang.
211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil—Banyak orang
kikir, banyak orang bakhil.
212. Sing eman ora keduman—Si hemat tidak mendapat bagian.
213. Sing keduman ora eman—Yang mendapat
bagian tidak berhemat.
214. Akeh wong mbambung—Banyak orang berulah
dungu.
215. Akeh wong limbung—Banyak orang limbung. 216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka
—Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.




Bait Terakhir Ramalan Jayabaya

140.
polahe wong Jawa kaya gabah diinteri
endi sing bener endi sing sejati
para tapa padha ora wani
padha wedi ngajarake piwulang adi
salah-salah anemani pati

tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi
mana yang benar mana yang asli
para pertapa semua tak berani
takut menyampaikan ajaran benar
salah-salah dapat menemui ajal

141.
banjir bandang ana ngendi-endi
gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati
geni
marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti

banjir bandang dimana-mana
gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada
isyarat dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa
makan dan tidur
karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya

142.
pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan
sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha sungguh zaman gonjang-ganjing

menyaksikan zaman gila
tidak ikut gila tidak dapat bagian
yang sehat pada olah pikir
para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada

143.
ratu ora netepi janji
musna kuwasa lan prabawane
akeh omah ndhuwur kuda
wong padha mangan wong
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan dirasa enak kaya roti bolu
yen wengi padha ora bisa turu

raja tidak menepati janji
kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya
banyak rumah di atas kuda
orang makan sesamanya
kayu gelondongan dan besi juga dimakan
katanya enak serasa kue bolu malam hari semua tak bisa tidur

144.
sing edan padha bisa dandan
sing ambangkang padha bisa
nggalang omah gedong magrong-magrong

yang gila dapat berdandan
yang membangkang semua dapat
membangun rumah, gedung-gedung megah

145.
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes
akeh wong mati kaliren gisining panganan
akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara

orang berdagang barang makin laris tapi hartanya
makin habis
banyak orang mati kelaparan di samping makanan
banyak orang berharta namun hidupnya sengsara

146.
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil
sing ora abisa maling digethingi
sing pinter duraka dadi kanca
wong bener sangsaya thenger-thenger
wong salah sangsaya bungah akeh bandha musna tan karuan larine
akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan
sebabe

orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan
terkucil
yang tidak dapat mencuri dibenci
yang pintar curang jadi teman
orang jujur semakin tak berkutik
orang salah makin pongah banyak harta musnah tak jelas larinya
banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

147.
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret
sakilan bumi dipajeki
wong wadon nganggo panganggo lanang
iku pertandhane yen bakal nemoni
wolak-walike zaman

bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak
wanita memakai pakaian laki-laki
itu pertanda bakal terjadinya
zaman gonjang-ganjing

148.
akeh wong janji ora ditepati
akeh wong nglanggar sumpahe dhewe
manungsa padha seneng ngalap,
tan anindakake hukuming Allah

barang jahat diangkat-angkat barang suci dibenci banyak orang berjanji diingkari
banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
manusia senang menipu
tidak melaksanakan hukum Allah
barang jahat dipuja-puja
barang suci dibenci

149.
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak mundhung biyung sedulur padha cidra

keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale banyak orang hamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya

150.
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin luwih utama ngapusi

hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu

151.
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe

wanita melamar pria
masih muda sudah beranak
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri


Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang
dan rusak)


157.
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur sing ngati-ati padha sambat kepati-pati

tingkah laku orang mencari makan seperti gabah
ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil
terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati

158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman

cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang

159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha bethara Kresna awatak Baladewa
agegaman trisula wedha
jinejer wolak-waliking zaman
wong nyilih mbalekake,
wong utang mbayar
utang nyawa bayar nyawa utang wirang nyaur wirang

selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil
berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu

160.
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa
ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener
lawase pitung bengi,
parak esuk bener ilange
bethara surya njumedhul bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa
kelantur-lantur
iku tandane putra Bethara Indra wus katon
tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa

sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur
lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali
bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu orang Jawa

161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan
wetane bengawan banyu
andhedukuh pindha Raden Gatotkaca
arupa pagupon dara tundha tiga
kaya manungsa angleledha

asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda

162.
akeh wong dicakot lemut mati
akeh wong dicakot semut sirna
akeh swara aneh tanpa rupa
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada
rebut benere garis tan kasat mata, tan arupa
sing madhegani putrane Bethara Indra
agegaman trisula wedha
momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala
sakti mandraguna tanpa aji-aji

banyak orang digigit nyamuk,
mati banyak orang digigit semut, mati
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut
garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat

163.
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong
sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang, cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya
gidrang-gidrang

bergelar pangeran perang
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak
yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah,
lalu melompat ketakutan

164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan kumara prewangan, para lelembut ke bawah
perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula
weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong

putra kesayangan almarhum yang bermukim di
Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya
bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula
weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong

165.
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta

tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta

166.
idune idu geni
sabdane malati
sing mbregendhul mesti mati
ora tuwo, enom padha dene bayi
wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada garis sabda ora gentalan dina,
beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa
nanging inung pilih-pilih sapa

ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti
terpenuhi garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta
menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja

167.
waskita pindha dewa
bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira
pindha lahir bareng sadina
ora bisa diapusi marga bisa maca ati
wasis, wegig, waskita, ngerti sakdurunge winarah
bisa pirsa mbah-mbahira
angawuningani jantraning zaman Jawa
ngerti garise siji-sijining umat
Tan kewran sasuruping zaman

pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah
anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman

168.
mula den upadinen sinatriya iku
wus tan abapa, tan bibi, lola
awus aputus weda Jawa
mung angandelake trisula
landheping trisula pucuk gegawe pati utawa utang nyawa
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda

oleh sebab itu carilah satria itu
yatim piatu, tak bersanak saudara
sudah lulus weda Jawa
hanya berpedoman trisula
ujung trisulanya sangat tajam
membawa maut atau utang nyawa yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain
yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan
kejahatan

169.
sirik den wenehi
ati malati bisa kesiku
senenge anggodha anjejaluk cara nistha
ngertiyo yen iku coba
aja kaino ana beja-bejane sing den pundhuti
ateges jantrane kaemong sira sebrayat

pantang bila diberi
hati mati dapat terkena kutukan
senang menggoda dan minta secara nista
ketahuilah bahwa itu hanya ujian
jangan dihina
ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga

170.
ing ngarsa Begawan
dudu pandhita sinebut pandhita
dudu dewa sinebut dewa
kaya dene manungsa
dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh gawang-gawang terang ndrandhang

di hadapan Begawan
bukan pendeta disebut pendeta
bukan dewa disebut dewa
namun manusia biasa
bukan kekuatan lain diterangkan jelas
bayang-bayang menjadi terang benderang

171.
aja gumun, aja ngungun
hiya iku putrane Bethara Indra
kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan
tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh
hiya siji iki kang bisa paring pituduh marang jarwane jangka kalaningsun
tan kena den apusi
marga bisa manjing jroning ati
ana manungso kaiden ketemu
uga ana jalma sing durung mangsane
aja sirik aja gela iku dudu wektunira
nganggo simbol ratu tanpa makutha
mula sing menangi enggala den leluri
aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu
beja-bejane anak putu

jangan heran, jangan bingung
itulah putranya Batara Indra
yang sulung dan masih kuasa mengusir setan
turunnya air brajamusti pecah memercik
hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk
tentang arti dan makna ramalan saya tidak bisa ditipu
karena dapat masuk ke dalam hati
ada manusia yang bisa bertemu
tapi ada manusia yang belum saatnya
jangan iri dan kecewa
itu bukan waktu anda memakai lambang ratu tanpa mahkota
sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati,
jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh
keberuntungan ada di anak cucu

172.
iki dalan kanggo sing eling lan waspada
ing zaman kalabendu Jawa
aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa
cures ludhes saka braja jelma kumara
aja-aja kleru pandhita samusana larinen pandhita asenjata trisula wedha
iku hiya pinaringaning dewa

inilah jalan bagi yang ingat dan waspada
pada zaman kalabendu Jawa
jangan melarang dalam menghormati orang berupa
dewa
yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga
jangan keliru mencari dewa carilah dewa bersenjata trisula wedha
itulah pemberian dewa

173.
nglurug tanpa bala
yen menang tan ngasorake liyan
para kawula padha suka-suka
marga adiling pangeran wus teka
ratune nyembah kawula angagem trisula wedha
para pandhita hiya padha muja
hiya iku momongane kaki Sabdopalon
sing wis adu wirang nanging kondhang
genaha kacetha kanthi njingglang
nora ana wong ngresula kurang hiya iku tandane kalabendu wis minger
centi wektu jejering kalamukti
andayani indering jagad raya
padha asung bhekti

menyerang tanpa pasukan
bila menang tak menghina yang lain
rakyat bersuka ria
karena keadilan Yang Kuasa telah tiba
raja menyembah rakyat
bersenjatakan trisula wedha para pendeta juga pada memuja
itulah asuhannya Sabdopalon
yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur
segalanya tampak terang benderang
tak ada yang mengeluh kekurangan
itulah tanda zaman kalabendu telah usai berganti zaman penuh kemuliaan
memperkokoh tatanan jagad raya
semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi